Di tengah-tengah rivalitas kekuatan yang meningkat di antara major powers China, Jepang, dan India, untuk bisa menjadi salah satu kekuatan utama baru di kawasan, masih banyak pekerjaan rumah yang harus dilakukan Indonesia. Ia, pertama-tama, harus mampu mempertahankan pertumbuhan ekonomi rata-rata di atas 6-7 persen setahun untuk mengembangkan human capital agar dapat meraih bonus demografi dan memberi alokasi yang jauh lebih besar untuk anggaran belanja pertahanan atau kekuatan militernya. Kemudian, ia juga harus mampu mewujudkan konsolidasi demokratisnya, sehingga Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN), yang menjadi musuh utamanya di dalam negeri, dapat dieliminasi secara efektif. Dengan demikian, segala sumber daya yang ada, alam dan manusia, dapat digunakan secara optimal untuk mencapai tujuan nasional―mendukung munculnya Indonesia sebagai kekuatan baru di kawasan.
Perubahan lingkungan strategis di kawasan yang dramatis di tengah-tengah keterbatasan kemampuan Indonesia dalam menyikapinya, tentu saja membutuhkan respons yang cerdas. Sebagai solusi alternatif, negeri ini perlu menilai kembali doktrin politik luar negeri bebas dan aktif yang telah digunakan sebagai landasan kebijakannya selama lebih dari 7 dasawarsa, sejak ia merdeka tahun 1945. Doktrin yang dibuat usai Perang Dunia (PD) II, dengan struktur atau konstelasi kekuatan global yang ditandai dengan munculnya dua negara adikuasa baru pemenang PD II, yakni AS dan Uni Soviet, yang tidak lama kemudian berubah dari sekutu menjadi seteru, setelah memasuki periode Perang Dingin, yang ditandai dengan kontestasi baru kekuatan.
Doktrin politik luar negeri bebas dan aktif yang dibuat dalam kondisi munculnya dua poros kekuatan dunia sudah tidak relevan lagi digunakan, mengingat dunia kini sudah polisentris, tidak lagi dimonopoli oleh kekuatan adidaya AS, tetapi juga dengan kehadiran China, Jepang, dan India sebagai major powers di kawasan. Sementara, Indonesia sendiri telah diperhitungkan akan muncul sebagai salah satu kekuatan baru di kawasan, dengan potensi pertumbuhan ekonominya dalam sampai tahun 2050. Sehingga, dalam tiga dasawarsa ke depan, tidak hanya ada ketiga negara yang disebutkan di atas, namun juga Indonesia dan Korea Selatan dan Australia, dalam jajaran major powers, sebagai bagian dari G-20.
Info Buku | |
ISBN | 978-602-433-658-5 |
Dimensi | 15,5 x 23 cm |
Berat | 350 gram |
Jumlah Halaman | xvi + 238 |
Tahun Terbit | 2018 |
Indonesia dan Rivalitas China, Jepang, dan India
- Penulis: Poltak Partogi Nainggolan
- Ketersediaan: Tersedia
-
Rp.95.000