Menghimpun sajak-sajak dari para penulis di nusantara ini bukan sekadar upaya seni, melainkan merupakan suatu usaha untuk merangkum kebhinekaan suara di suatu sudut bumi Tuhan ini.
Para penulis yang berada di dalam buku ini berasal dari pelbagai daerah dan wilayah nusantara atau alam Melayu. Mereka penghuni dari pelbagai daerah dan pulau yang didatangi oleh kolonialis yang mencari rempah dan hasil bumi seperti bijih timah sejak ratusan tahun yang lalu dari Portugal, Inggris, Belanda,dan Spanyol.
Kita menghadirkan suara penyair Aceh, Kuala Lumpur, Jakarta, Perlis, Negeri Sembilan, Bandung, Perak, Pahang, dan Tasikmalaya. Buku ini juga menampilkan sajak-sajak dari D. Zawawi Imron, penyair dan ulama dari Pulau Madura, Sofyan Daud dari Pulau Ternate, hingga Siti Zainon Ismail yang pernah bermukim di Gombak, dan di Yogjakarta. Namun, ini tidak bermakna bahwa mereka “mewakili” wilayah atau sektor tertentu.
Ada dari penulis ini yang berlatar belakang pengkajian seni, undang-undang atau hukum, ahli akademik, dan lain-lain. Begitu juga, selain penyair lelaki, ada penyair perempuan, seperti Mahaya Mohd Yassin, D. Kemalawati, Ratna Ayu Budhiarti, dan Rukmi Wisnu Wardani. Di samping itu, mereka melintasi generasi dari yang berumur 20-an, 30-an, sampai yang berumur 70-an.
Info Buku | |
ISBN | 978-602-433-517-5 |
Berat | 200 gram |
Ketika hitam dikatakan putih dan sajak tetap bersuara: sajak-sajak malaysia–indonesia
- Penulis: Raja Ahmad Aminullah
- Ketersediaan: Tersedia
-
Rp.80.000
Produk Terkait
Tags: Ketika hitam dikatakan putih dan sajak tetap bersuara: sajak-sajak malaysia–indonesia