Kunci suksessuatu negara di era globalisasi yang ditandai oleh liberalisme di bidang ekonomi dunia ialah: efisien, harga bersaing, tanpa risiko lingkungan dan berkualitas tinggi. Negara-negara yang tak mampu menghasilkan produk-produk dengan kualifikasi di atas bakalan tergilas kalah. Di sinilah lalu diskusi soal pilihan tekhnologi energi menjadi penting. Ketika tergelar revolusi industri (mesin uap) di Eropa abad ke-18, manusia "meninggalkan matahari". Kini memasuki millennium ketiga, revolusi industri agaknya berarti: "gerakan kembali ke matahari": -- satu-satunya sumber energi yang tiada akan habis, beserta ikutannya yaitu energi angin, energi air (Hidrogen), dan panas bumi. Maka kiranya buku ini wajib di baca oleh para arsitek, pakar tata kota, para pakar rekayasa engineering (mobil, tenaga listrik dan tranportasi massal lainnya), dan para pengambil keputusan agar tidak salah pilih dalam mengantisipasi pilihan tekhnologi masa depan yang dalam buku ini diprediksi sampai tahun 2050! Dengan demikian, pertanyaan "hemat energi, hemat biaya" tiba-tiba menjadi kuno dan sangat tidak mencukupi, sebab pertanyaan yang lebih mendasar adalah: apa dulu tekhnologinya? Mega proyek sentralistik - seperti instalasi PLTN dan bendungan raksasa - sudah ditinggalkan banyak negara, karena tidak efisien dalam investment cost dan social cost. Sungguh, buku ini menantang kita untuk berpikir ulang atas pilihan teknologi di masa depan. Semoga bukuu ini dapat merangsang minat kita untuk penelitian teknologi kecil, kreatif, terdesentralisir dan efisien. Ini semua agar anak cucu kita tetap mendapatkan warisan lingkungan hidup yang "tidak terlalu buruk".
Info Buku | |
Dimensi | 14 cm |
Jenis Cover | Softcover |
Jenis Kertas | HVS |
Berat | 400 gram |
Jumlah Halaman | 402 halaman |
Tahun Terbit | 1995 |
Penerbit | Yayasan Pustaka Obor Indonesia |
Gelombang Revolusi Energi
- Penulis: Christopher Flavin
- Ketersediaan: Tersedia
-
Rp.35.000